ARTIKEL
Ilmu Pengetahuan Dan Nilai
OLEH : NURUL ULYANI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Sebagai
manusia dengan daya berpikir yang melebihi makhluk lain, hendaknya segala
tingkah laku kita selalu dapat dipertanggung jawabkan serta sesuai dengan etika
kemanusiaan. Apalagi
kita telah mengenal ilmu sejak kecil. Maka tuntutan untuk dapat menciptakan
masyarakat yang berbudaya ilmu pengetahuan memang selazimnya dibebankan kepada
manusia.
Ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora) selalu mengalami pembaharuan dan perbaikan sesuai dengan kaidah atau norma kemajuan. Ilmu-ilmu ini selalu berada antara yang kurang menjadi sempurna, yang kabur menjadi jelas, yang bercerai-berai menjadi terpadu, yang keliru menjadi lebih benar dan yang masih rekaan manjadi lebih yakin. Di tengah-tengah masyarakat muncul nilai-nilai yang memang tidak dapat dilihat dengan panca indra karena bersifat abstrak. Namun nilai memiliki peranan penting dalam merubah peradaban masyarakat termasuk manusia di dalamnya. Nilai tradisional yang melembaga dan terlalu mengikat akan menghambat perkembangan peradaban. Dan dengan adanya ilmu, merupakan salah satu solusi dari permasalahan tersebut.
Ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora) selalu mengalami pembaharuan dan perbaikan sesuai dengan kaidah atau norma kemajuan. Ilmu-ilmu ini selalu berada antara yang kurang menjadi sempurna, yang kabur menjadi jelas, yang bercerai-berai menjadi terpadu, yang keliru menjadi lebih benar dan yang masih rekaan manjadi lebih yakin. Di tengah-tengah masyarakat muncul nilai-nilai yang memang tidak dapat dilihat dengan panca indra karena bersifat abstrak. Namun nilai memiliki peranan penting dalam merubah peradaban masyarakat termasuk manusia di dalamnya. Nilai tradisional yang melembaga dan terlalu mengikat akan menghambat perkembangan peradaban. Dan dengan adanya ilmu, merupakan salah satu solusi dari permasalahan tersebut.
Suatu ilmu
dan etika adalah suatu sumber pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan
dan menghentikan perilaku menyimpang serta kejahatan di kalangan masyarakat.
Sehingga akan terwujud bangsa yang berbudaya ilmu pengetahuan, yang sesuai
dengan perkembangan zaman modern ini, namun tidak terlepas dari kendali sebagai
bangsa yang memiliki moralitas yan baik.
B. rumusan
Masalah
Maka dalam
makalah ini membahas tentang beberapa hal
1. Apa pengertian
ilmu pengetahuan dan nilai ?
2. Bagaimana
hubungan
ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai hidup ?
3. Apa sajakah sumber nilai dalam ilmu pengetahuan ?
4. Mengapa
ilmu tidak dapat terpisahkan dengan nilai-nilai hidup ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Nilai
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Kata
“ilmu” berasal dari bahasa Inggris sciencei, dari bahasa Latin scientia yang
artinya pengetahuan. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah
episteme. Dalam Kamus bahasa
Indonesia ilmu merupakan pengetahuan suatu bidang yang disusun secara
sistematis menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu.[1] Ilmu menandakan suatu kesatuan ide yang mengacu ke obyek yang
sama dan saling berkaitan secara logis.[2]
Sedangkan pengetahuan sendiri, menurut Max Scheler, filsuf
bangsa Jerman, pengetahuan dapat dirumuskan sebagai partisipasi oleh suatu
realitadalam suatu realita yang lain, tetapi tanpa terjadinya modifikasi-modifikasi
dalam kualita yang lain itu. Sebaliknya,
subyek yang mengetahui, dipengaruhi.[3]
Berdasarkan
pengertian singkat tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa ilmu pengetahuan itu
ialah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai
kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal ihwal
yang diselidiki atau obyek ilmu pengetahuan, yakni alam, manusia dan agama,
sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran, yang dibantu pengindraan manusia
itu yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimental.
2.
Pengertian Nilai
“Nilai”
dalam Kamus Filsafat, disebutkan berasal dari bahasa Inggris value dan dari
bahasa Latin valere yang berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, kuat.
Dalam Encyclopedi Britannica, sebagaimana dikutip oleh M. Noor Syam disebutkan
bahwa: “Value is a determination or quality of an object which involves any
sort or appreciation or interest” Yang artinya nilai adalah suetu penetapan
atas suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat.[4]
Nilai
dalam pandangan Brubacher tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai tersebut sangat
erat dengan pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang kompleks, sehingga
sulit ditentukan batasannya.[5]
Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga
secara objektif di dalam masyarakat. Nilai ini akan mencakup hal-hal yang
dianggap baik dan hal-hal yang dianggap buruk. Nilai merupakan tema yang selalu
ramai dibicarakan dalam kajian para filosof akan tetapi perbedaan pendapat di
kalangan mereka belum dapat dipertemukan. Sekelompok ilmuwan ada yang menganggap
bahwa filsafat dan ilmu bebas nilai karena nilai dianggap tidak memadai untuk
menjadi obyek ilmu. Alasannya, nilai sulit diobservasi dan diuji coba melalui
eksperimen. Di sisi lain, ada juga ilmuwan yang menganggap bahwa ilmu terikat
oleh nilai. Sebab jika filsafat dan ilmu tidak dibingkai oleh nilai, maka hasil
perenungan kefilsafatan dan hasil kajian keilmuan akan bergerak ke arah yang
membahayakan. Kelompok terakhir ini, bahkan ada yang menyebut nilai sebagai
ruhnya ilmu. Ilmu tanpa nilai dengan demikian diibaratkan seperti tubuh tanpa
ruh atau mati dan berarti tidak berguna. Dengan demikian, setiap ilmu
pengetahuan memperoleh nilai ilmiah, universal dari filsafat, yaitu berupa
wawasan atau pandangan yang menyeluruh, luas dan mendalam.wawasan demikian sangat
berguna bagi ilmu pengetahuan untuk selalu bersikap kritis terhadap
lingkungannya.
B.
. Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan
Nilai-nilai Hidup
Penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan
dan mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan lebih lanjut ilmu dan
teknologi. Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang menyangkut kegiatan
keilmuan maupun penggunaan ilmu, yang berarti dalam pengembangannya harus
memperhatikan kodrat dan martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem,
bersifat universal, bertanggungjawab pada kepentingan umum, dan kepentingan
generasi mendatang.
Tanggung
jawab ilmu menyangkut juga hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu dimasa
lalu, sekarang maupun akibatnya di masa mendatang, berdasarkan keputusan bebas
manusia dalam kegiatannya. Penemuan baru dalam ilmu terbukti ada yang dapat
mengubah sesuatu aturan nilai-nilai hidup baik alam maupun manusia. Hal ini
tentu menuntut tanggung jawab untuk selalu menjaga agar yang diwujudkan dalam
perubahan tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu
itu sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh.
Tanggung
jawab etis tidak hanya menyangkut upaya penerapan ilmu secara tepat dalam
kehidupan manusia, melainkan harus menyadari apa yang seharusnya dilakukan atau
tidak dilakukan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia seharusnya,
baik dalam hubungannya sebagai pribadi, dalam hubungan dengan lingkungannya
maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Khaliknya.
Jadi
perkembangan ilmu akan mempengaruhi nili-nilai kehidupan manusia tergantung
dari manusianya itu sendiri, karena ilmu dilakukan oleh manusia dan untuk
kepentingan manusia dalam kebudayaannya. Kemajuan di bidang ilmu memerlukan
kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, karena tugas terpenting ilmu
adalah menyediakan bantuan agar manusia dapat bersungguh-sungguh mencapai
pengertian tentang martabat dirinya
C .
Sumber-sumber Nilai dalam Ilmu Pengetahuan
Sumber
nilai yang berlaku dalam pranata kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi
dua macam, yaitu:
1. Nilai Ilahi
1. Nilai Ilahi
Nilai Ilahi ialah nilai yang dititahkan Tuhan melalui para
RasulNya, yang berbentuk taqwa, iman, adil, yang diabadikan dalam wahyu Ilahi.
Nilai ini merupakan sumber yang pertama dan utama bagi para penganutnya yang
bersifat statis dan kebenarannya mutlak. Pada nilai Ilahi ini, tugas manusia
adalah menginterpretasikan nilai-nilai itu. Dengan interpretasi tersebut,
manusia akan mampu menghadapi ajaran agama yang dianut.[6]
2. Nilai Insani
Nilai
insani ialah nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup dan
berkembang dari peradaban manusia. Nilai ini bersifat dinamis dan keberlakuan
serta kebenarannya relative yang dapat dibatasi oleh ruang dan waktu.
Nilai-nilai insani kemudian melembaga menjadi tradisi-tradisi yang diwariskan
turun-temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya.
D.
Perbedaan Etika, Moral, Dan Norma
Teori
nilai terbagi menjadi dua, yakni etika dan estetika. Namun yang akan dibahas
dalam makalah ini sehubungan dengan ilmu ialah etika. Etika, dalam kamus bahasa
Indonesia, artinya ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak).
1. Etika
Dalam
bahasa Inggris etika disebut ethic yang berarti sistem, prinsip moral, aturan
atau cara berperilaku. Dalam bahasa Yunani, etika berarti ethikos yang
mengandung arti penggunaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang
mengandung analisis konsep-konsep seperti harus, mesti, benar-salah, mengandung
pencarian ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral, serta
mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral.[7]
Jadi, jika
kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka etika berarti ilmu tentang
apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika secara lebih
detail merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia
sejauh berkaitan dengan moralitas. Penyelidikan tingkah laku moral dapat
diklasifikasikan dalam:
2. Moral
Moral berasal dari bahasa Latin
moralis yang berarti adat istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Bila
dijabarkan lebih lanjut moral mengandung empat pengertian;(a) baik-buruk,
benar-salah, tepat-tidak tepat dalam aktivitas manusia, (b) tindakan benar,
adil, dan wajar, (c) kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran benar-salah, dan
kepastian untuk mengarahkan kepada orang lain sesuai dengan kaidah tingkah laku
yang dinilai benar-salah, dan (d) sikap seseorang dalam hubungannya dengan
orang lain.[8]
3. Norma
Dalam kamus bahasa Indonesia, norma
adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat,
dipakai sebagai panduan, tatanan dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan
berterima. Dan dari sini diperoleh arti pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan.
Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengukur sesuatu yang lain, atau
sebuah ukuran.
Berdasarkan
pernyataan diatas etika secara bahasa dapat diartikan sebagai watak sedangkan moral
diartikan sebagai kebiasaan. Menurut Frans magnis suseno dua istilah itu
sebenarnya satu sama lain berbeda. Moral adalah sejumlah ajaran,
wejangan-wejangan, khutbah-khutbah, peraturan dan ketetapan, tulisan-tulisan
tentang bagaimana manusia harus hidup dn bertindak agar ia menjadi manusia yang
baik. Sumber langsung ajaran moral adalah berbagai orang dalam kedudukan yang
berwenang, seperti orang tua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama. Sumber
ajaran moral tidak tunggal. Ia berada dalam ruang yang sangat heterogen.
Etika
menurut Frans, bukan sumber tambahan ajaran tentang moral. Ia adalah cabang
atau pemikiran yang kritis dan mendasar tentang ajaran moral. Etika adalah
sebuah ilmu bukan sebuah ajaran. Yang mengatakan bahwa bagaimana manusia harus
hidup, bukan etika, melainkan ajaran moral. Etika mengajarkan kenapa manusia
mesti bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral lain yang ada
disekitarnya. Ajaran moral seperti buku petunjuk bagaimana manusia harus
memperlakukan sepeda motor dengan baik, sedangkan etika memberi manusia suatu
pengertian tentang struktur dan teknologi sepeda motor itu.
E. Posisi Ilmu Pengetahuan dalam
Perspektif Etika
Etika
adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi, etika dan ajaran moral tidak
berada ditingkat yang sama. Ilmu dan etika sebagai suatu pengetahuan yang
diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku penyimpangan dan
kejahatan dikalangan masyarakat. Disamping itu, ilmu dan etika diharapkan mampu
mengembangkan kesadaran moral dilingkungan masyarakat sekitar agar dapat
menjadi cendekiawan yang memiliki moral dan akhlak yang baik.
Sebagai
suatu subyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh indifidu ataupun
kelompok untuk menimbang apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu
slah atau benar, buruk atau baik.
Dengan begitu dalam proses
penilaiannya ilmu sangat berguna dalam menentukan arah dan tujuan masing-masing
orang. Etika sebagi ilmu ketertiban dimana pokok maslah moralitas dipelajari.
Singkatnya, ilmu tata susila adalah ilmu moralitas. Ilmu secara moral harus
ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat seseorang. Maslah
moral tidak dapat dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran,
sebab untuk menemukan kebenaran dan juga mempertahankannya diperlukan
keberanian moral.
Etika
memberikan semacam batasan maupun standar yang mengatur pergaulan manusia di
dalam kelompok sosialnya. Etika ini kemudian dirupakan ke dalam bentuk aturan
tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip
moral yang ada dan pada saat dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk
menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum dinilai
menyimpang dari kode etik. Ilmu sebagai asas moral ataupun etika mempunyai
kegunaan khusus yakni kegunaan universal bagi umat manusia dalam meningkatkan
martabat kemanusiaan.
F. Mengapa Ilmu Tidak Dapat
Terpisahkan dengan Nilai-nilai Hidup
Ilmu dapat
berkembang dengan pesat menunjukkan adanya proses yang tidak terpisahkan dalam perkembangannya
dengan nilai-nilai hidup. Walaupun ada anggapan bahwa ilmu harus bebas nilai,
yaitu dalam setiap kegiatan ilmiah selalu didasarkan pada hakikat ilmu itu
sendiri. Anggapan itu menyatakan bahwa ilmu menolak campur tangan faktor
eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu sendiri, yaitu ilmu
harus bebas dari pengandaian, pengaruh campur tangan politis, ideologi, agama
dan budaya, perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu terjamin, dan
pertimbangan etis menghambat kemajuan ilmu
Pada
kenyataannya, ilmu bebas nilai dan harus menjadi nilai yang relevan, dan dalam
aktifitasnya terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai hidup harus
diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu jika praktiknya mengandung
tujuan yang rasional. Dapat dipahami bahwa mengingat di satu pihak objektifitas
merupakan ciri mutlak ilmu, sedang dilain pihak subjek yang mengembangkan ilmu
dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan
kesimpulan yang dibuatnya
Setiap kegiatan teoritis ilmu yang
melibatkan pola subjek-subjek selalu mengandung kepentingan tertentu.
Kepentingan itu bekerja pada tiga bidang, yaitu pekerjaan yang merupakan
kepentingan ilmu pengetahuan alam, bahasa yang merupakan kepentingan ilmu
sejarah dan hermeneutika, dan otoritas yang merupakan kepentingan ilmu sosial.
Dengan
bahasan diatas menjawab pertanyaan mengapa ilmu tidak dapat dipisahkan dengan
nilai-nilai hidup. Ditegaskan pula bahwa dalam mempelajari ilmu seperti halnya
filsafat, ada tiga pendekatan yang berkaitan dengan kaidah moral atau
nilai-nilai hidup manusia, yaitu:
1. Pendekatan Ontologis
Ontologi
adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan
ilmu, landasan ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu.
Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada
daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia.[9]
Dalam
kaitannya dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan
objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat
mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri
permasalahan kehidupan
2. Pendekatan Epistemologi
Epistemologis
adalah cabang filsafat yang membahas tentang asal mula, sumber, metode,
struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitannya dengan ilmu,
landasan epistemologi mempertanyakan proses yang memungkikan dipelajarinya
pengetahuan yang berupa ilmu.[10]
Dalam
kaitannya dengan moral atau nilai-nilai hidup manusia, dalam proses kegiatan
keilmuan, setiap upaya ilmiah harus ditujukan untuk menemukan kebenaran, yang
dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu
dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual. Jadi
ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan membenci kebohongan
3. Pendekatan Aksiologi
Aksiologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai
landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu
itu dipergunakan. Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk
kemaslahatan manusia. Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau
alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat
manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk itu
ilmu yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal.
Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap
orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti bahwa
ilmu tidak mempunyai konotasi ras, ideologi, atau agama.[11]
G. Pengetahuan yang
Bebas Nilai Dalam Perspektif Teori
Madzhab positivisme, dibangun dengan (salah satu) asumsi bahwa,
pengetahuan haruslah bebas nilai. Hal ini diperlukan, agar para ilmuwan dapat
memperoleh teori murni. Bila ilmu-ilmu sosial mau berlaku sebagai ilmu
pengetahuan, maka ia harus menghasilkan hukum-hukum umum, dan prediksi-prediksi
ilmiah seperti dalam ilmu-ilmu alam. Untuk mencapai tujuan itu, riset
sosial harus menghasilkan deskripsi dan eksplanasi ilmiah yang tidak memihak,
serta tidak memberi penilaian apa pun. Oleh karena itu, dalam mendekati
objek yang diteliti, ilmuwan sosial harus mampu melepaskan perasaan, harapan,
keinginan, anggapan, penilaian moralnya, sehingga ia memperoleh pengetahuan
objektif tentang kenyataan sosial atau “fakta sosial”.
Klaim adanya kebebasan nilai dalam ilmu pengetahuan sebagaimana
ditawarkan para pendukung madzhab positivisme tersebut, di tahap akhir
perkembangaannya ternyata telah menyebabkan terjadinya krisis, tidak saja
krisis dalam pengetahuan,[12]
akan tetapi juga krisis dalam masyarakat.[13]
Sejalan dengan itu, kritik-kritik dari berbagai aliran pemikiran
lain pun mulai muncul dan berkembang, baik yang ditujukan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan
yang terdapat dalam pemikiran positivisme, maupun yang bermaksud
menggantikannya dengan alternatif lain. Salah satu aliran yang banyak
melakukan kritik adalah para pemikir yang tergabung dalam madzhab Frankfurt
(Atau dikenal juga dengan istilah Marxisme kritis atau Neo-Marxisme).[14]
Meskipun terdapat perbedaan pandangan diantara para pendukung madzhab Frankrut,
di dalam mengembangkan teori kritis ini.
BAB
III
KESIMPULAN
A. Ilmu pengetahuan itu ialah usaha
pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur,
pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal ihwal yang diselidiki atao
obyek ilmu pengetahuan, yakni alam, manusia dan agama, sejauh yang dapat
dijangkau daya pemikiran, yang dibantu pengindraan manusia itu yang
kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimental. Sedangkan nilai
sangat erat dengan pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang kompleks,
sehingga sulit ditentukan batasannya. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa
dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif di dalam masyarakat, yakni
mencakup nilai baik dan buruk.
B. Etika
merupakan suatu ilmu dan moral adalah suatu ajaran. Yang mengatakan bahwa
bagaimana manusia harus hidup, bukan etika, melainkan ajaran moral. Etika mengajarkan
kenapa manusia mesti bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral
lain yang ada disekitarnya.
C. Ilmu
dan etika sebagai suatu pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan
menghentikan perilaku penyimpangan dan kejahatan dikalangan masyarakat.
Disamping itu, ilmu dan etika diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral
dilingkungan masyarakat sekitar agar dapat menjadi cendekiawan yang memiliki
moral dan akhlak yang baik.
D. Ilmu
pengetahuan tidak dapat terpisahkan dengan nilai-nilai kehidupan.
Ilmupengetahuan yang bebas niali dapat menyebabkan krisis dalam masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Wihadi admojo,, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta :
Balai Pustaka 1998 )
Suriasumantri, Ilmu Dalam
Perspektif, ( Jakarta : Gramedia 1987)
Surajiyo, Filsafat Ilmu, ( Jakarta
: Bumu Aksara 2008 )
http://Filsafat
Ilmu.blogspot
Sudarsono, Ilmu Filsafat, ( Jakarta
: Renika Cipta 1993 )
Konrad Kebung, Filsafat Ilmu
Pengetahuan, ( Jakarta :Pustakarya 2011)
Bakhtiar Amsal, H., Dr,. M.A., Filsafat
Ilmu, Jakarta: Logos 2005
http://referensiagama.blogspot.com
Mustofa, Ahmad, Filsafat Islam,
Bandung: Pustaka Setia 2004
Qardhawi, Yusuf, Al-Qur’an
Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, 1998, Jakarta: IKAPI
Salam, Burhanuddin. Sejarah
Filsafat Ilmu & Teknologi. Rineka Jakarta:Cipta, 2004.
Toyyibi, muhammad, filsafat ilmu
dan perkembangannya. surakarta:muhammadiyah univercity press, 1997
Amril M. NILAINISASI ILMU (Sebuah
Upaya Integrasi Ilmu dalam Pembelajaran Sekolah di Era Globalisasi.). http://www.uinsuska.info.
Chariri, Anis. Critical Theory. http://74.125.153.132/
search?. Semarang : Fakultas Ekonomi UNDIP. Oktober 2008
Kattsoff, Louis O.. Pengantar Filsafat. alih bahasa Soejono
Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana. 1996.
Salam, Burhanuddin. Sejarah Filsafat. Ilmu dan Teknologi.
Jakarta: Rineka Cipta. 2000.
Sugiharto, I Bambang. Postmodernisme:
Tantangan Bagi Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 2000.
Suseno, Franz Magnis. Pijar-Pijar
Filsafat : Dari Gotholoco ke Filsafat Perempuan . dari Adam Müller ke Postmodernisme.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius. 2005.
[7]
Sudarsono, ibid,hlm 352
[8] Chariri, Anis. Critical Theory. http://74.125.153.132/ search?. Semarang :
Fakultas Ekonomi UNDIP. Oktober 2008
[9]
Sudarsono,ibid, hlm 191
[11] http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1872677-filsafat-ilmu-sebuah-pengantar-populer
[12] Krisis ini lebih menyangkut menyempitnya pengetahuan sebagai akibat
reduksi-reduksi metodologis yang ditawarkan dan dipraktikan oleh madzhab
postivisme, yang disertai dengan fragmentasi dan instrumentalisasi pengetahuan.
Lihat lebih lanjut F. Budiman Hardiman, Melampaui Positivisme dan
Modernitas: Diskursus Filosois tentang Metode Ilmiah dan Problem Modernitas,
Op. Cit, hal. 50-51.
[13]
Krisis kemanusiaan terjadi,
karena positivisme yang berupaya mengilmiahkan (merasionalisasikan) masyarakat
dan kehidupannya, pada gilirannya jutsru mempermiskin dan mengosongkan makna
kehidupan manusia, sampai akhirnya menginstrumentalisasikan manusia. Totalitas
saintisme memecah belah manusia sampai pada akar-akar integrasinya. Lihat lebih
[14]
Budiman Hardiman, Melampaui
Positivisme dan Modernitas: Diskursus Filosois tentang Metode Ilmiah dan
Problem Modernitas, Op. Cit, hal. 54