Senin, 09 Juli 2012

KOLABORASI PENDIDIKAN FORMAL DAN BOARDING SCHOOL


KOLABORASI PENDIDIKAN FORMAL DAN BOARDING SCHOOL
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
TEKNOLOGI PENDIDIKAN






Dosen Pengampu
Dr. As’aril Muhajir, M.Ag

Oleh :
Nurul Ulyani    F0 5411 142


PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012


A.       PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi ini mengakibatkan perubahan pada berbagai fakor kehidupan, yang pada akhirnya berimbas pada kebutuhan pendidikan alternatif bagi masyarakat yang mampu memberikan solusi akan kecemasan dari dampak – dampak buruk yang terjadi, yakni ketidakseimbangan antara ilmu duniawi dan ukhrawi. Masyarakat memerlukan lembaga pendidikan yang layak serta mampu mencetak lulusan yang berkualitas dan seimbang antara ilmu   duniawi dan ukhrawi.
Disisi lain, globalisasi dunia yang tengah berlangsung, membuat seluruh negera membuka diri seluas-luasnya. Dengan canggihnya system informasi dan teknologi, interaksi antar bangsa satu dengan bangsa-bangsa lain di dunia semakin intensif dan nyata. Baik interaksi fisik, budaya maupun konsep-konsep pemikiran. Hal ini berakibat semakin mudahnya budaya asing dengan segala pengaruhnya masuk ke negeri kita tercinta ini. Di satu sisi pengaruh positip sangat kita harapkan, namun pada sisi lain ada pengaruh negatif yang ikut mempengaruhi pada arus budaya tersebut. Dan celakanya, pengaruh negatif tersebut sering lebih menarik untuk ditiru dan diserap oleh masyarakat kita. Tentu hal ini sangat berbahaya bagi keselamatan akidah dan akhlak, terutama anak-anak dan remaja generasi harapan kita.
      Untuk mengantisapi kecenderungan negatif tersebut, perlu dicari solusi alternatif pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai Islam sedini mungkin dan mempunyai karakteristik: kesatuan yang utuh antara peranan orang tua, sekolah dan masyarakat; memiliki materi pembelajaran yang integrative antara ilmu dan agama, dan ilmu umum (science) serta teknologi; adanya pengembangan kemampuan manusia yang menyeluruh meliputi aspek intelektual, spiritual dan ketrampilan; metodologi dan pendekatan yang integrated  bukan hanya sekedar tranfer ilmu semata tetapi juga tranfer nilai (berupa uswah) serta kerangka pengetahuan ilmu. Dengan karakteristik tersebut tercapailah tujuan yang dinginkan yaitu menciptakan manusia yang beriman, bertaqwa, yang menyadari bahwa dirinya adalah makhluk yang harus tunduk kepada al Kholiknya. Sehingga terbentuk muslim yang memiliki kepribadian Imtaq dan Iptek.
 Oleh karena itu  ada tawaran untuk menjawab kegelisahan masyarakat, yaitu kolaborasi pendidikan formal dan boarding school. Upaya untuk mengawinkan pendidikan umum dan pesantren dengan melahirkan term baru yang disebut Boarding School yang bertujuan untuk melaksanakan pendidikan yang lebih komprehensif-holistik, ilmu dunia (umum) dapat capai dan ilmu agama juga dikuasai. Maka sejak itu mulai muncul banyak Boarding School yang didirikan.
Kehadiran Boarding School telah memberikan alternative pendidikan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya. Seiring dengan pesatnya modernitas, dimana orang tua tidak hanya Suami yang bekerja tapi juga istri bekerja, sehingga anak tidak lagi terkontrol dengan baik. Maka, Boarding School adalah tempat terbaik untuk menitipkan anak-anak mereka baik makananya, kesehatannya, keamanannya, sosialnya, dan yang paling penting adalah pendidikanya yang sempurna. Selain itu, polusi social yang sekarang ini melanda lingkungan kehidupan masyarakat seperti pergaulan bebas, narkoba, tauran pelajar, pengaruh media, dll ikut mendorong banyak orang tua untuk menyekolahkan anaknya di boarding School.
Makalah ini akan menguraikan mengenai karateristik  kolaborasi pendidikan formal dan boarding school yang meliputi pengertian boarding school, jenis – jenis boarding school dan Pengembangan pendidikan islam dan boarding school.

B.        PEMBAHASAN
1.         Pengertian Boarding School.
Ada dua fenomena menarik dalam dunia pendidikan di Indonesia yakni munculnya sekolah-sekolah terpadu (mulai tingkat dasar hingga menengah), dan penyelenggaraan sekolah bermutu yang sering disebut dengan Boarding School. Nama lain dari Boarding School adalah sekolah berasrama.
Sesungguhnya term Boarding School bukan sesuatu yang baru dalam konteks pendidikan di Indonesia. Karena sejak lama lembaga pendidikan di Indonesia menghadirkan konsep pendidikan Boarding School yang di beri nama “pondok pesantren”. Pondok pesantren ini adalah awal mula dari adanya Boarding School di Indonesia.
Ada beberapa definisi tentang boarding school diantaranya adalah sebagai berikut:
Pendidikan Pondok pesantren atau Pendidikan kepesantrenan (Boarding School) adalah sebutan bagi sebuah Lembaga yang didalamnya terjadi kegiatan pendidikan yang melibatkan peserta didik dan para pendidiknya bisa berinteraksi dalam waktu 24 jam setiap harinya.[1] Pendidikan kepesantrenan (Boarding School) lebih dikenal di indonesia dengan nama pondok pesamtren.
Adapun secara umum, arti dari Pendidikan kepesantrenan (Boarding School) sebagaimana tertulis dari Word net bag.30[2] adalah a private school where students are lodged and fed as well as taught, artinya adalah: “sebuah sekolah swasta dimana siswa diasramakan, di beri makan serta diberi pelajaran”.
Menurut Oxford dictionary [3]  Pendidikan kepesantrenan (Boarding School) is school where some or all pupil live during the term. Artinya adalah: Pesantren adalah lembaga pendidikan yang mana sebagaian atau seluruh siswa nya belajar dan tinggal bersama selama kegiatan pemebelajaran).
Selain itu Pendidikan kepesantrenan (Boarding School) juga didefinisikan: is a school where some or all pupils study and live during the school year with their fellow students and possibly teachers and/or administrators. The word 'boarding' is used in the sense of "bed and board," i.e., lodging and meals. Some Boarding Schools also have day students who attend the institution by day and return off-campus to their families in the evenings.[4]
Artinya adalah: “Sebuah pesantren adalah sekolah di mana beberapa atau semua muridnya belajar dan hidup selama tahun ajaran dengan sesama siswa, guru, dan administrator. Kata 'Asrama' ini diartikan sebagai "tempat tidur dan papan," yaitu, penginapan dan makanan. Beberapa sekolah asrama juga memiliki siswa harian, artinya menghadiri lembaga siang hari dan kembali kepada keluarga mereka di malam hari”.  

2.    Jenis-jenis Boarding School[5]
a. Menurut Sistem Bermukim Siswa
No
Tipe Boarding School
Keterangan
1
All Boarding School
Seluruh siswa tinggal di asrama kampus atau sekolah.
2
Boarding day School
Mayoritas siswa tinggal di sekolah dan sebagian lagi dilingkungan sekitar kampus atau sekolah.
3
Day boarding
Mayoritas tidak tinggal di kampus meskipun ada sebagian yang tetap tinggal di kampus atau sekolah.



b. Menurut Jenis Siswa
No
Tipe Boarding School
Keterangan
1
Junior Boarding School
Sekolah yang menerima murid dari tingkat SD s/d SMP, namun biasanya hanya SMP saja.
2
Co-educational School
Sekolah yang menerima siswa laki-laki dan perempuan.
3
Boys School
Sekolah yang menerima siswa laki-laki saja.
4
Girl School
Sekolah yang menerima siswa perempuan saja.
5
Pre-professional arts School
Sekolah khusus untuk seniman.
6
Religius School
Sekolah yang kurikulumnya mengacu pada agama tertentu.
7
Special needs Boarding School
Sekolah untuk anak-anak yang bermasalah dengan sekolah biasa.

c. Menurut sistem sekolah
No
Tipe Boarding School
Keterangan
1
Military School
Sekolah yang mengikuti aturan militer dan biasanya menggunakan seragam khusus.
2
Five day Boarding School
Sekolah dimana siswa dapat memilih untuk tinggal di asrama dan atau pulang di akhir pekan.

d.    Perbedaan Sekolah Umum dan Sekolah Berasrama.
No
Kriteria
General School
Boarding School
1
Fasilitas

Fasilitas standar sekolah umum

Dilengkapi fasilitas hunian dan berbagai fasilitas pendukung (sarana ibadah dan rekreasi).
2
Kegiatan Harian
Jadwal kegiatan terbatas pada KBM.
Jadwal kegiatan harian teratur.

3
Sistem Pendidikan

Pengajaran formal di kelas dan kegiatan ekstrakurikuler.

Pengajaran formal, ekstrakurikuler, pendidikan khusus atau informal (keagamaan, kedisiplinan).
4
Aktivitas

Siswa dating (sekolah) untuk belajar kemudian pulang.
Siswa belajar dan tinggal di sekolah, kehidupan siswa ada di sekolah.
5
Kurikulum

Kurikulum standar Nasional.

Kurikulum standar Nasional, kurikulum Departemen Agama, dan kurikulum tambahan khas Boarding School.
6
Karakter Arsitektur

Terdiri dari satu atau beberapa masa yang kompak.
Banyak masa yang menyebar dengan masa hunian umumnya mengelilingi masa hunian.
7
Pemanfaatan Waktu
Waktu sangat terbatas pada KBM.
Tidak terbatas pada jam belajar, juga di jam pelajaran.
8
Proses Pendidikan

Perhatian guru tidak optimum, karena keterbatasan waktu dan perbandingan jumlah siswa dan guru yang relatif besar.
Perhatian lebih optimum, karena waktu interaksi yang dimiliki lebih banyak, perbandingan siswa dan guru lebih kecil.
9
Jumlah siswa
40-45 orang.
Minimal 18 orang, maksimal 30 orang.
10
Konsep

Sekuler (memisahkan agama dan ilmu pengtahuan, dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari).

Islam Integrated (hal ini berdasar konsep ajaran agama islam yang meliputi bidang sosial, budaya, politik, science).
11
Nuansa religious

Hampir tidak tampak.

Sangat kental, terlihat dari segi berpakaian dan kebiasaan yang diterapkan di sekolah (seperti puasa sunnah, shalat berjamaah, tutur kata, attitude).
12
Pembagian kelas
Putra/putri satu kelas


Putra/putri masing-masing dalam kelas terpisah, untuk meminimalisir ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan),
sesuai yang dianjurkan ajaran Islam.

13
Fungsi masjid

Hanya untuk shalat dan acara keagamaan pada hari-hari besar.

Aktif untuk shalat berjamah setiap hari, sebagai tempat belajar dan diskusi, seperti tahfiz, dan mentoring, serta sangat aktif untuk acara keagamaan.

e. Perbedaan Secara Arsitektural
No
Kriteria
General School
Boarding School
1.
Kurikulum
Tidak membutuhkan ruang belajar khusus
Membutuhkan ruang belajar khusus untuk tahfiz dan tarikh Islam.
2.        
Jumlah anak didik
Ruang kelas berukuran minimum 90 m2 (kapasitas 38 orang).
Ruang kelas 72 m2 (kapasitas 30 orang) dan ruang kelas 30 m2 (kapasitas 18 orang).
3.
Konsep
Bebas
Lingkungan sekolah Islami (membang-kitkan penghayatan terhadap nilai-nilai Islam), bangunan sebagai sarana pembe-lajaran Islam.

4.        
Nuansa religious
Arsitektur tidak harus mendukung terjadinya pengalaman spiritual.
Arsitektur sangat mendukung (mende-katkan manusia, alam dan Tuhan YME), menggunakan keteraturan pola (order) dan beradaptasi dengan alam untuk kete-nangan, menghubungkan ruang dalam dan ruang luar.

5.        
Pembagian kelas
Jumlah ruang kelas berdasarkan jumlah murid secara keseluruhan
Jumlah ruang kelas berdasarkan jumlah seluruh siswa putra dan putri.
6.
Fungsi masjid
Peletakan masjid tidak menjadi fokus perancangan.
Masjid aktif (material easy-maintenance), menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan komunitas sekolah.

f.     Keunggulan Boarding School
Banyak  petualangan  dalam sekolah berasrama karena waktu yang panjang berada dalam lembaga pendidikan memungkinkan siswa untuk dapat mengekspresikan apa yang diinginkannya di sekolah. Ada beberapa keunggulan Boarding School jika dibandingkan dengan sekolah regular yaitu:[6]
1), Program Pendidikan Paripurna
Umumnya sekolah-sekolah regular terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan akademis sehingga banyak aspek kehidupan anak yang tidak tersentuh. Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu yang ada dalam pengelolaan program pendidikan pada sekolah regular. Sebaliknya, sekolah berasrama dapat merancang program pendidikan yang komprehensif-holistic dari program pendidikan keagamaan, academic development, life skill (soft skill dan hard skill) sampai membangun wawasan global. Bahkan pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis, tapi juga implementasi baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.  
2), Fasilitas Lengkap
           Sekolah berasrama mempunyai fasilitas yang lengkap; mulai dari fasilitas sekolah yaitu  kelas belajar yang baik (AC, 24 siswa, smart board, mini library, camera), laboratorium, klinik, sarana olah raga semua cabang olah raga, Perpustakaan, kebun dan taman hijau. Sementara di asrama fasilitasnya adalah kamar (telepon, TV, AC, Pengering Rambut, tempat handuk, karpet diseluruh ruangan, tempat cuci tangan, lemari kamar mandi, gantungan pakaian dan lemari cuci, area belajar pribadi, lemari es, detector kebakaran, jam dinding, lampu meja, cermin besar, rak-rak yang luas, pintu darurat dengan pintu otomatis. Sedangkan fasilitas dapur terdiri dari: meja dan kursi yang besar, perlengkapan makan dan pecah belah yang lengkap, microwape, lemari es, ketel otomatis, pembuat roti sandwich, dua toaster listrik, tempat sampah, perlengkapan masak memasak lengkap, dan kursi yang nyaman.
3), Guru yang Berkualitas
Sekolah-sekolah berasrama umumnya menentukan persyaratan kualitas guru yang lebih jika dibandingkan dengan sekolah konvensional. Kecerdasan intellectual, social, spiritual, dan kemampuan paedagogis-metodologis serta adanya ruh mudarris  pada setiap guru di sekolah berasrama. Ditambah lagi kemampuan bahsa asing: Inggris, Arab, Mandarin, dll. Sampai saat ini dalam penilaian saya sekolah-sekolah berasrama(Boarding School) belum mampu mengintegrasikan guru sekolah dengan guru asrama. Masih terdapat dua kutub yang sangat ekstrim antara kegiatan pendidikan dengan kegiatan pengasuhan. Pendidikan dilakukan oleh guru sekolah dan pengasuhan dilakukan oleh guru asrama.
4), Lingkungan yang Kondusif
Dalam sekolah berasrama semua elemen yang ada dalam komplek sekolah terlibat dalam proses pendidikan. Aktornya tidak hanya guru atau bisa dibalik gurunya bukan hanya guru mata pelajaran, tapi semua orang dewasa yang ada di Boarding School adalah guru. Siswa tidak bisa lagi diajarkan bahasa-bahasa langit, tapi siswa melihat langsung praktek kehidupan dalam berbagai aspek. Guru tidak hanya dilihatnya di dalam kelas, tapi juga kehidupan kesehariannya. Sehingga ketika kita mengajarkan tertib bahasa asing misalnya maka semuanya dari mulai tukang sapu sampai principal berbahasa asing. Begitu juga dalam membangun religius socity, maka semua elemen yang terlibat mengimplementasikan agama secara baik.
5), Siswa yang heterogen
Sekolah berasrama mampu menampung siswa dari berbagai latar belakang yang tingkat heteroginitasnya tinggi. Siswa berasal dari berbagai daerah yang mempunyai latar belakang social, budaya, tingkat kecerdasan, kempuan akademik  yang sangat beragam. Kondisi ini sangat kondusif untuk membangun wawasan national dan siswa terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya yang berbeda sehingga sangat baik bagi anak untuk melatih wisdom anak dan menghargai pluralitas.
6), Jaminan Keamanan
Sekolah berasrama berupaya secara total untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Makanya, banyak sekolah asrama yang mengadop pola pendidikan militer untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Tata tertib dibuat sangat rigid lengkap dengan sangsi-sangsi bagi pelanggarnya. Daftar “dosa” dilist sedemikan rupa dari dosa kecil, menengah sampai berat. Jaminan keamanan diberikan sekolah berasarama, mulai dari jaminan kesehatan (tidak terkena penyakit menular), tidak narkoba, terhindar dari pergaulan bebas, dan jaminan keamanan fisik (tauran dan perpeloncoan), serta jaminan pengaruh kejahatan dunia maya.
7), Jaminan Kualitas
Sekolah berasrama dengan program yang komprehensif-holistik, fasilitas yang lengkap, guru yang berkualitas, dan lingkungan yang kondusif dan terkontrol, dapat memberikan jaminan kualitas jika dibandingkan dengan sekolah konvensional. Dalam sekolah berasrama, pintar tidak pintarnya anak, baik dan tidak baiknya anak sangat tergantung pada sekolah karena 24 jam anak bersama sekolah. Hampir dapat dipastikan  tidak ada variable lain yang “mengintervensi” perkembangan dan progresivits pendidikan anak, seperti pada sekolah konvensional yang masih dibantu oleh lembaga bimbingan belajar, lembaga kursus dan lain-lain. Sekolah-sekolah berasrama dapat melakukan treatment individual, sehingga setiap siswa dapat melejikan bakat dan potensi individunya.[7]

g, Problem Sekolah Berasrama
Sampai saat ini sekolah-sekolah berasrama  masih banyak memiliki persoalan yang belum dapat  diatasi sehingga banyak sekolah berasrama layu sebelum berkembang. Adapun Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:
1), Ideologi Boarding School yang Tidak Jelas
Term ideology  digunakan untuk menjelaskan tipologi atau corak sekolah berasrama, apakah religius, nasionalis, atau nasionalis-religius. Yang mengambil corak religius sangat beragam dari yang fundamentalis, moderat sampai liberal. Masalahnya dalam implementasi ideologinya tidak dilakukan secara kaffah. Terlalu banyak improvisasi yang bias dan keluar dari pakem atau frame ideology tersebut. Hal itu juga serupa dengan yang nasionalis, tidak mengadop pola-pola pendidikan kedisiplinan militer secara kaffah, akibatnya terdapat kekerasan dalam sekolah berasrama. Sementara yang nasionalis-religius dalam praktik sekolah berasrama masih belum jelas formatnya.
2), Dikotomi guru sekolah vs guru asrama (pengasuhan)
Sampai saat ini sekolah berasrama kesulitan mencari guru yang cocok untuk sekolah berasrama. Pabrikan guru (IKIP dan Mantan IKIP) tidak “memproduksi” guru-guru sekolah berasrama. Akibatnya, masing-masing sekolah mendidik guru asrmanya sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Guru sekolah (mata pelajaran) bertugas hanya untuk mengampu mata pelajarannya, sementara guru pengasuhan adalah tersendiri hanya bicara soal pengasuhan. Padahal idealnya, dua kompetensi tersebut harus melekat dalam sekolah berasrama. Ini penting untuk tidak terjadinya saling menyalahkan dalam proses pendidikan antara guru sekolah dengan guru asrama.
3), Kurikulum Pengasuhan yang Tidak Baku
Salah satu yang membedakan sekolah-sekolah berasrama adalah kurikulum pengasuhannya. Kalau bicara kurikulum akademiknya dapat dipastikan hampir sedikit perbedaannya. Semuanya mengacu kepada kurikulum KTSP-nya produk Depdiknas dengan ditambah pengayaan atau suplemen kurikulum international dan muatan lokal. Tapi kalau bicara tentang pola pengasuhan sangat beragam, dari yang sangat militer (disiplin habis) sampai ada yang terlalu lunak. Kedua-duanya mempunyai efek negative. pola militer melahirkan siswa yang berwatak kemiliter-militeran dan terlalu lunak menimbulkan watak licik yang bisa mengantar siswa mempermainkan peraturan.
4), Sekolah dan Asrama Terletak Dalam Satu Lokasi
Umumnya sekolah-sekolah berasrama berada dalam satu lokasi dan dalam jarak yang sangat dekat. Kondisi ini yang telah banyak berkontribusi dalam menciptakan kejenuhan anak berada di sekolah Asrama.[8]

C.    PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
Islam memandang pendidikan sebagai hal yang fundamental dalam membentuk peradaban masyarakat dan bangsa. Pendidikan merupakan proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia. Proses penanaman adalah metode dan sistem untuk menanamkan apa yang disebut “pendidikan secara bertahap”, baik dalam pendidikan formal (sekolah) maupun nonformal (luar sekolah).
Sesuatu mengacu pada kandungan yang ditanamkan, dalam hal ini perlunya nilai dan muatan yang didesain dengan kurikulum yang sesuai dan berdasarkan kebutuhan. Diri manusia adalah penerima proses kandungan itu, perumusannya sebagai suatu sistem harus mengambil model manusia sempurna di dalam pribadi suci nabi Muhammad, dalam hal pengetahuan dan tindakan. Dalam pengertian ini pendidikan Islam menghasilkan manusia yang mutunya sedekat mungkin meneladani Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesuai dengan kapasitas dan potensi kepribadiannnya.
Saat ini pendidikan tidak hanya mengenal satu jenis kecerdasan intelektual, dengan alat ukurnya IQ yang cukup lama mendominasi dunia pendidikan, tetapi mengalami perkembangan yang sangat pesat dan cukup ”revolutif” dengan gagasan dan rumusan teori kecerdasan emosional yang dikembangkan Golmen (EQ), kecerdasan spiritual Zohar dan Marshall (SQ), dan kecerdasan majmuk Gardner (Multiple Intelligence-MI).
Perkembangan yang demikian cepat, ditambah dengan arus informasi yang membanjiri kehidupan anak-anak setiap saat, menuntut suatu konsep dan sistem pendidikan yang mampu mengantisipasi perkembangan. Optimalisasi seluruh potensi anak didik, khususnya sinergi berbagai jenis kecerdasan di atas, menjadi sebuah kebutuhan mendasar dan sangat menentukan masa depan mereka.

1.                  Karakteristik:
Kolaborasi Pendidikan Formal dan Boarding School dirancang dengan paradigma, konsep dan sistem pendidikan yang berorientasi pada pembentukan empat karakteristik unggulan:
a.       Islami, dengan seluruh karakteristiknya sebagai agama rabbani (bersumber dan berorientasi kepada Allah-Tuhan alam semesta), universal, integral, seimbang, permanen dan fleksibel, serta realistik dan manusiawi.
b.       Terpadu, baik dalam sistem pembelajaran maupun kurikulumnya. Keterpaduan (Integration) ini diperlukan untuk menghilangkan dikotomi antara Islam dan kehidupan, kepentingan ukhrawi dan duniawi, termasuk dalam memahami dan menghargai kemampuan anak didik khususnya dalam aspek kecerdasan.
c.        Unggul, dengan bekal kompetensi, kemampuan, dan keterampilan hidup (life skills) yang diperlukan dan sangat konpetitif, sehingga siap bersaing dalam menghadapi tantangan kehidupan masa depan.
d.       Internasional, dengan kompetensi dan wawasan internasional sebagai antisipasi memasuki persaingan global khususnya dalam meraih peluang melanjutkan di Universitas Internasional, baik sebagai seorang muslim, da’i, maupun sebagai seorang profesional dan pemimpin masa depan.

2.      Keunggulan dan Kompetensi:
a.       Mampu berinteraksi dengan al-Qur’an dan Sunnah, sebagai dasar pembentukan kecerdasan spiritual (SQ), jiwa dan tanggungjawab kepemimpinan, karakter dan kepribadian Islami.
b.       Mampu Berbahasa internasional (Arab dan Inggris) di samping bahasa nasional yang baik dan benar, sebagai alat komunikasi dan interaksi sosial penunjang kecerdasan intelektual (IQ), interpersonal dan emosional (EQ)
c.        Menguasai sains dan teknologi khususnya Information and Communication Technology (ICT), seni, broadcasting (TV & Radio) dan jurnalistik
d.       Memiliki Kemampuan Manajemen Kewirausahaan (Khususnya dalam bidang Bisnis dan Pertanian) baik teori maupun terapan sebagai bekal pengembangan aspek kecerdaan intelektual (IQ) dan emosional (EQ) untuk menjalani kehidupan anak didik yang mandiri di masa depan
e.        Memiliki kebiasaan (habit) untuk melakukan penelitian (research) dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya terbatas tugas sekolah, sebagai dasar pengembangan kemampuan berpikir kreatif dan inovatif.[9]
            3.Tujuan:
Kolaborasi Pendidikan Formal dan Boarding School dirancang dengan tujuan :
a.       Melahirkan kembali anak didik yang shalih dengan seluruh dimensi keshalihan sesuai perspektif Islam
b.      Membentuk generasi Qur`ani dambaan ummat, yang berpengetahuan, berwawasan dan bervisi internasional, berkepribadian dan berperadaban Islami.
c.       Turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai bermutu tinggi khususnya dalam sistem Islam.
d.      Mempersiapkan generasi yang terampil dan siap hidup terutama dalam memasuki persaingan ketat di masa depan khususnya dalam kehidupan internasional yang semakin mengglobal, dengan berbekal kemampuan menjadi:
1), Seorang pembelajar (to be a learner)
2), Seorang wirausahawan yang mandiri (to be an entrepreneur)
3), Seorang pemimpin mulai dari lingkungannya (to be a leader).[10]

















D.    KESIMPULAN
Pendidikan merupakan jalan utama yang diupayakan oleh berbagai Negara agar dapat dipakai sebagai lahan pengolahan manusia untuk menghasilkan manusia yang unggul. Maka Sekolah Berasrama adalah alternative terbaik buat para orang tua menyekolahkan anak mereka dalam kondisi apapun. Selama 24 jam anak hidup dalam pemantauan dan control yang total dari pengelola, guru, dan pengasuh di sekolah-sekolah berasrama. Anak betul-betul dipersiapkan untuk masuk kedalam dunia nyata dengan modal yang cukup, tidak hanya kompetensi akademis, tapi skill-skill lainnya dipersiapkan sehingga mereka mempunyai senjata yang ampuh untuk memasuki dan manaklukkan dunia ini.
Mampu berinteraksi dengan al-Qur’an dan Sunnah, sebagai dasar pembentukan kecerdasan spiritual (SQ), jiwa dan tanggungjawab kepemimpinan, karakter dan kepribadian Islami.Mampu Berbahasa internasional (Arab dan Inggris) di samping bahasa nasional yang baik dan benar, sebagai alat komunikasi dan interaksi sosial penunjang kecerdasan intelektual (IQ), interpersonal dan emosional (EQ).Menguasai sains dan teknologi khususnya Information and Communication Technology (ICT), seni, broadcasting (TV & Radio) dan jurnalistik.
Di sekolah berasrama anak dituntut untuk dapat menjadi manusia yang berkontribusi besar bagi kemanusiaan. Mereka tidak hanya hidup untuk dirinya dan keluarganya tapi juga harus berbuat untuk bangsa dan Negara. Oleh sebab itu dukungan fasilitas terbaik, tenaga pengajar berkualitas, dan lingkungan yang kondusif harus didorong untuk dapat mencapai cita-cita tersebut.










DAFTAR PUSTAKA
Atlan, Wawasan Keunggulan Sebagai Salah Satu Modal Pelaksanaan Pembangunan Sekolah, ( Surabaya : Nara Ahsana 1997 )
Abdurrahman Wahid, Pondok Pesantren Masa Depan Dalam Pesantren Masa Depan,            ( Jakarta : bumi aksara 1999 )
Dedi, Pemanduan Pendidikan Dan Sekolah, ( Bandung : Pustaka 1999)
Fa’uti Subhan,  Membangun sekolah Unggulan Dalam Sistem Pesantren, ( Surabaya : Alpha 2006 )
Maknun, Jonar, Pengembangan sekolah menengah kejuruan (SMK), Boarding School berbasis keunggulan lokal. JPTA FPTK UPI.
Mustofa Ahmad, Khasanah Intelektual Pesantren, ( Jakarta : Jaya Abadi 2009 )
Nurkhamid, Muh., SMU ISLAM BERASRAMA (Senior High Islamic Boarding School),04.02.008. Laporan Tugas Akhir UNIKOM.
Rofiq, Tantangan Dan Puluang Komunikasi Islam Era Globalisasi, (Jakarta : islamika 2003 )
Sutrisno, Problem dan Solusi Pendidikan Sekolah Berasrama (Boarding School), 8 september 2008, dalam http://sutris02.wordpress.com/author/sutris02/.
Zamarkasih dhofir, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, ( Jakarta : LP3ES 1994)     



[1] Zamarkasih dhofir, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, ( Jakarta : LP3ES 1994), 44
[2] Definisi Bording School dalam http://www.dictionary30.com/. Di akses pada 05 juni 2012.
[3] Definisi Bording School dalam http://oxforddictionaries.com/. Di akses pada 05 juni 2012.
[4] Definisi Bording School dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Boarding_school.  Di akses pada 05 juni 2012.
[5] Muh. Nurkhamid, SMU ISLAM BERASRAMA (Senior High Islamic Boarding School),/1.04.02.008. Laporan Tugas Akhir UNIKOM.
[6] Fa’uti Subhan,  Membangun sekolah Unggulan Dalam Sistem Pesantren, ( Surabaya : Alpha 2006 ), 39
[7] Sutrisno, Problem dan Solusi Pendidikan Sekolah Berasrama (Boarding School), 8 september 2008, dalam http://sutris02.wordpress.com/author/sutris02/. Di akses pada 2 juni 2012.
[8] Sutrisno, Problem dan Solusi Pendidikan Sekolah Berasrama (Boarding School), 8 september 2008, dalam http://sutris02.wordpress.com/author/sutris02/. Di akses pada 2 juni 2012.
[9] Rofiq, Tantangan Dan Puluang Komunikasi Islam Era Globalisasi, ( Jakarta : islamika 2003 ), 154
[10] Abdurrahman Wahid, Pondok Pesantren Masa Depan Dalam Pesantren Masa Depan, ( Jakarta : bumi aksara 1999 ), 13

1 komentar: